Tantangan Penanggulangan Tuberculosis (TBC) Kian Berat
Kondisi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia sudah sejak lama memprihatinkan. Meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan luar biasa selama satu dekade terakhir, TBC masih menjadi salah satu dari empat penyebab teratas kematian di negara ini. Bahkan, sebelum kemunculan pandemi COVID-19, sebenarnya penyakit TBC ini sudah serius di Indonesia. Penyakit ini adalah salah satu masalah yang cukup besar tetapi banyak orang menganggap bahwa ini penyakit lama yang sudah selesai.
TBC merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Pada tahun 2020, sebanyak 10 juta orang di dunia menderita TBC dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia dengan perkiraan jumlah orang yang jatuh sakit akibat TBC mencapai 845.000 dengan angka kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian/jam (WHO Global TB Report, 2020).
Dari jumlah kasus tersebut, baru 67% yang ditemukan dan diobati, sehingga terdapat sebanyak 283.000 pasien TBC yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan bagi orang disekitarnya. Dilansir dari laman TB Indonesia, hingga Oktober 2021, terdapat 824.000 kasus dengan 15.186 kasus kematian. Hal ini menjadi permasalahan serius yang harus segera ditangani.
Dari survei online yang dilakukan oleh Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dan StratX pada 2022 menujukkan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap gejala TBC, hal ini diperparah dengan kondisi pandemi Covid-19. Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa gejala batuk lebih dari 14 hari mengarah ke infeksi Covid-19. Padahal, batuk lebih dari 14 hari tidak selalu menjadi tanda bahwa seseorang terinfeksi virus corona. Bisa saja, hal ini disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang merupakan penyebab TBC. Oleh karena itu, diperlukan promosi kesehatan secara terus-menerus agar dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang penyakit TBC ini.
Pemberian edukasi mengenai TBC ini sudah dilakukan oleh tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal oleh Novie Ika Ujianawatie, AMK yang merupakan perawat di Klinik Paru. Dalam paparannya di depan Ruang Tunggu Klinik Paru pada 5 Juli 2022 pukul 08.30 WIB, Ia menjelaskan tentang tanda dan gejala awal TBC yang penting untuk diketahui, seperti:
1. Batuk lebih dari 2 minggu dan bisa di sertai darah
2. Sesek nafas dan nyeri dada
3. Nafsu makan menurun
4. Berat badan menurun
5. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Novie juga menegaskan bahwa pengobatan TBC harus sampai selesai, jika baru pertama terkena TBC lama pengobatan adalah 6 bulan, tidak boleh berhenti atau terputus. Jika berhenti, penderita harus mengulangi dari awal kembali. Berhenti minum obat TBC sebelum di nyatakan sembuh oleh dokter, akan mempengaruhi proses pengobatan pasien, akan beresiko terjadi nya TBC Resisten atau TBC MDR. Obat yang dikonsumsi juga lebih beragam tak hanya satu jenis, oleh karena itu sebelum menjadi parah pasien harus bergegas untuk memeriksakan dirinya ke fasilitas terdekat.
Perlu diingat bahwa TBC ini bisa disembuhkan dengan deteksi dini dan pengobatan yang benar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah tertularnya TBC, seperti menggunakan masker, hindari kerumunan, mencuci tangan secara teratur ketika di luar rumah, jaga kebersihan rumah dengan membuka ventilasi di pagi hingga sore hari, bersihkan debu AC dan mobil secara teratur, terapkan etika batuk, dan jangan merokok.
Penulis: Heni Purnamasari, SKM