Sudah Saatnya Laki-laki Mulai Ber-KB
Anggapan bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah tugas perempuan sepertinya sudah mendarah daging sejak lama hingga saat ini. Terbukti dari data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2020 yang mencatat bahwa hanya 3,12 persen laki-laki Indonesia menggunakan kondom dan 0,5 persen yang melakukan vasektomi untuk program keluarga berencana (KB). Hal ini kontras dengan data Susenas yang menunjukkan bahwa pada tahun 2020 terdapat peningkatan jumlah pengguna KB pada perempuan sebesar 31,2 persen dari 49,25 juta perempuan menikah atau sekitar 15,37 juta perempuan.
Meskipun peningkatan penggunaan KB pada perempuan menikah tinggi, namun ada beberapa alasan yang mendasari perempuan menikah lainnya enggan ber-KB. Susenas 2020 memberikan empat alternatif jawaban untuk pertanyaan mengapa perempuan menikah memilih untuk tidak ikut KB, yakni fertilitas, takut efek samping, tidak setuju KB, serta tidak tahu cara dan alat KB. Survei dipertajam dengan memasukkan variabel pendidikan. Termasuk di dalamnya antara lain jarang bersenggama, menopause, tidak subur, ingin anak sebanyak mungkin, atau menganut kepercayaan atau tradisi tertentu.
Jika pada 2016, alasan takut efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi yang dipakai dalam program KB hanya 38,3 persen, pada 2020 proporsinya sudah meningkat menjadi 58,4 persen. Efek samping dari pemakaian alat kontrasepsi yang dimaksud antara lain: responden memiliki masalah kesehatan, tidak nyaman, takut mengurangi kenikmatan hubungan seksual, atau tubuh menjadi gemuk. Efek samping pil KB, misalnya, bisa dalam bentuk gangguan keseimbangan hormonal dalam tubuh wanita yang dapat memicu terjadinya hipertensi.
Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin banyak perempuan menikah yang mulai enggan ber-KB karena alasan efek samping ini. Padahal dalam ber-KB perlunya kerjasama dan dukungan suami, jika bisa suami dapat ikut berpartisipasi menggunakan KB. Partisipasi laki-laki menjadi penting dalam KB dan kesehatan reproduksi karena laki-laki adalah “mitra” dari perempuan dalam reproduksi serta seksual, sehingga laki-laki dan perempuan harus berbagi tanggung jawab.
Dari 0,5 persen yang menggunakan vasektomi, rendahnya capaian ini karena secara teknis medis, pilihan untuk kontrasepsi pria hanya kondom dan vasektomi. Sedangkan vasektomi begitu dihindari oleh kaum pria lantaran dua sebab yakni harus menjalani operasi medis dan secara keyakinan kalau disteril ini akan menghentikan keturunan sama sekali.
Ada tiga faktor utama yang menghambat implementasi kontrasepsi laki-laki di Indonesia seperti yang dilansir dalam konde.co, yaitu separuh laki-laki tidak ikut penyuluhan. Sosialisasi dan pelayanan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) telah mengubah pandangan masyarakat sehingga mereka ikut program keluarga berencana. Kedua, gambaran keliru tentang seksualitas. Secara sosial dan kultural, penggunaan kontrasepsi pada laki-laki masih sering dianggap tabu untuk dibicarakan dalam masyarakat. Ketiga, operasi vasektomi mahal. Bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, harus diakui bahwa memang tidak mudah untuk mengakses jenis kontrasepsi tertentu seperti vasektomi karena biaya yang lumayan mahal.
Hal di atas berdasarkan data-data dan gambaran di lapangan. Tidak jauh berbeda dari kenyataan bahwa pada saat Tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan sosialisasi mengenai penggunaan KB pasca melahirkan di ruang tunggu Klinik Kandungan RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal pada Selasa, 23 Agustus 2022 pukul 08.00 WIB. Ketika pasien ditanya apakah akan menggunakan KB? Jawaban paling banyak adalah tidak. Alasannya tidak jauh-jauh dari takut efek samping. Jarang sekali ditemui pria yang mau atau sedang ber-KB.
Jadi, jika bisa disimpulkan. Jumlah laki-laki yang ber-KB sangat sedikit dipengaruhi oleh faktor yang kompleks. Namun, dukungan dan komunikasi bersama dalam merencanakan penggunaan KB sangatlah penting bagi kedua belah pihak tanpa memberatkan salah satunya saja. Anggapan-anggapan yang selama ini keliru mulailah untuk dihilangkan, karena pentingnya kerjasama suami dan istri akan memberikan perencanaan yang baik demi kehidupan sang anak di masa depan.
Penulis: Heni Purnamasari, SKM