Apakah Bell’s Palsy Sama Dengan Stroke?
Istilah Bell’s Palsy mungkin asing bagi sebagian orang. Penyakit yang sering disangka stroke ini bisa terjadi pada siapa saja dan secara tiba-tiba, namun lebih sering terjadi pada ibu hamil, penderita diabetes, dan penderita infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu.
Data global menunjukkan insidensi Bell’s palsy sebesar 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penyakit ini merupakan penyebab paralisis wajah unilateral tertinggi di dunia, 63%nya menyerang sisi kanan. Tingkat rekurensi sekitar 4-14%.
Mengapa banyak orang mengira Bell’s palsy sebagai stroke? Karena penyakit ini sama-sama menunjukkan gejala lumpuh. Padahal, gejala Bell’s palsy hanya terbatas di otot wajah dan sebagian besar penderitanya dapat pulih sepenuhnya dalam waktu 6 bulan. Bell’s Palsy menyebabkan perubahan bentuk pada salah satu sisi wajah, di mana wajah akan terlihat “melorot”.
Untuk menghindari adanya kesalahpahaman antara Bell’s Palsy dan Stroke, maka Tim Promosi Kesehatan RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal mengadakan penyuluhan kesehatan yang membahas tentang ini. Kegiatan berlangsung pada Rabu, 3 Agustus 2022 pukul 08.00 WIB di Ruang Tunggu Klinik Neurologi. Materi Bell’s Palsy disampaikan langsung oleh Ida Rokhana yang merupakan perawat Klinik Neurologi RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Bell’s Palsy sampai saat ini belum bisa diketahui penyebab pastinya, biasanya terjadi akibat peradangan pada saraf yang mengendalikan otot wajah. Kondisi ini diduga terkait dengan infeksi virus, infeksi telinga tengah, dan penyakit Lyme.
Gejala paling umum pada Bell’s Palsy, yaitu:
• kulit wajah tampak “melorot” di satu atau kedua sisi wajah,
• mengeluarkan air liur,
• sensitif terhadap suara,
• nyeri pada rahang atau di belakang telinga,
• sakit kepala,
• berkurangnya kemampuan indera perasa,
• kesulitan menunjukkan ekspresi pada wajah dan kesulitan menutup mata atau tersenyum.
• lumpuh total pada salah satu sisi wajah.
Pada kasus yang lebih parah, Bell’s Palsy bisa menyebabkan berbagai komplikasi, seperti kerusakan pada saraf wajah yang tidak bisa disembuhkan, pertumbuhan serat saraf yang terjadi secara tak normal dan kebutaan sebagian atau seluruhnya pada mata yang tidak dapat ditutup.
Pengobatan pada Bell’s Palsy tergantung pada tingkat keparahannya. Penderita Bell’s palsy yang bergejala ringan biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Sementara penderita yang mengalami gejala parah dapat menjalani perawatan mandiri, serta pengobatan dengan obat, fisioterapi, atau operasi. Bell’s Palsy dapat dicegah dengan menghindari paparan udara dingin, salah satunya menggunakan masker dan menutup helm saat berkendara menggunakan sepeda motor.
Penulis: Heni Purnamasari, SKM