Hipertensi Si Pembunuh Senyap
Siapa yang tak mengenal Hipertensi? Sapaan akrabnya adalah darah tinggi. Si pembunuh senyap yang digadang-gadang menjadi salah satu penyebab utama kematian prematur di dunia ini merupakan kontributor tunggal utama untuk penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke di Indonesia.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) bahkan mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Dari sejumlah penderita tersebut, hanya kurang dari seperlima yang melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki.
Hipertensi disebut sebagai the silent killer atau pembuhnuh senyap karena sering menyerang tubuh tanpa timbul keluhan. Tidak semua penderita hipertensi menyadari penyakit yang dideritanya. Hipertensi ditandai dengan hasil pengukuran tekanan darah yang menunjukkan tekanan sistolik sebesar > 140 mmhg atau dan tekanan diastolik sebesar > 90 mmhg. Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar British Society of Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera.
Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu (1) Hipertensi esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya, (2) Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan melalui tanda-tanda di antaranya kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).
Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan bermakna antara penyakit tidak menular dengan faktor sosio demografi, perilaku, kondisi fsik, dan riwayat penyakit lainnya.
Kelompok perempuan memiliki proporsi hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki. Pola ini terjadi pada hasil Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018. Proporsi Hipertensi juga meningkat seiring dengan peningkatan kelompok umur. Secara fisiologis semakin tinggi umur seseorang maka semakin berisiko untuk mengidap hipertensi.
Perilaku yang menjadi faktor risiko hipertensi adalah kurang konsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas fisik, konsumi makanan asin, dan merokok. Perilaku kurang konsumsi buah dan sayur memiliki persentase yang sangat tinggi di antara perilaku sedentary lainnya, yaitu 93,5% pada tahun 2013 menjadi 95,4% di tahun 2018. Perilaku merokok memiliki peningkatan tertinggi hampir sebesar 100%, yaitu dari 12,3% menjadi 24,3%. (Infodatin Hipertensi, 2019).
Sebagai upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan dan pengendalian hipertensi, Tim Promosi Kesehatan RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal mengadakan penyuluhan kesehatan tentang hipertensi. Kegiatan yang berlangsung di depan Klinik Penyakit Dalam 2 pada Selasa, 26 Juli 2022 mulai pukul 08.00 WIB ini disampaikan oleh Hesti Listiyawati, S.Kep.Ns selaku perawat RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Dalam paparannya, Hesti menyampaikan bahwa hipertensi dapat disebabkan karena pola hidup tidak sehat, seperti kurangnya mengkonsumsi buah dan sayur yang dapat disebabkan semakin maraknya produk makanan kemasan dan cepat saji yang cenderung lebih disukai karena kenikmatan rasa dan kemudahan cara memperoleh yang ditawarkan. Merokok juga turut menyumbang terjadinya hipertensi di masyarakat. Maraknya iklan rokok di media massa yang sangat massif dalam membentuk persepsi publik dalam dekade terakhir diasumsikan berkontribusi terhadap peningkatan tersebut.
Gejala yang sering tak disadari oleh penderita hipertensi, antara lain: sakit kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit di dada, dan mudah lelah. Sedangkan, gejala komplikasinya berupa gangguan saraf, jantung, ginjal, penglihatan, dan otak yang dapat mengakibatkan kelumpuhan hingga koma.
Hipertensi dapat dicegah dengan CERDIK, yaitu:
1. Cek Kesehatan Secara Rutin
2. Enyahkan Asap Rokok
3. Rutin Aktivitas Fisik
4. Diet Seimbang
5. Istirahat Cukup
6. Kelola Stres
Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah dan menurunkan probabilitas kesakitan, komplikasi, dan kematian. Langkah ini dapat dikelompokkan menjadi pendekatan farmakologis dan non-farmakologis. Pendekatan farmakologis merupakan upaya pengobatan untuk mengontrol tekanan darah penderita hipertensi yang dapat diawali dari pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas atau klinik. Terapi farmakologis dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya dititrasi. Obat berikutnya dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama selama terapi dilakukan.
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. 2019. Pusat Data dan Informasi Hipertensi.
Penulis: Heni Purnamasari, SKM